Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Aktivitas Sigab

Share halaman ini ke:

Menghimpun Semangat Optimalisasi Organisasi Difabel di Indonesia

Kontributor Program GOOD: Agung Prabowo

 

Siang itu, 27 Februari 2023, seratus limapuluhan peserta seminar berkumpul secara daring. Mereka berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dengan ragam profesi dan budaya. Joni Yulianto mengajak Peserta untuk meneropong kembali kondisi difabel di wilayahnya untuk kemudian coba membangun kesepahaman mengenai peranan penting organisasi. Dia lalu  merefleksikan situasi yang telah berlangsung dengan memaparkan kemajuan yang telah diperoleh difabel dalam ranah kebijakan, ratifikasi UN-CRPD dan UU Disabilitas beserta peraturan turunannya. Dari situlah dia mengajukan satu pertanyaan reflektif untuk semua Peserta yakni ‘Sudahkah perubahan dan kemajuan tersebut berdampak dan dirasakan oleh difabel di Indonesia?’ Tentu tiga jam seminar tidak akan cukup untuk merefleksikan semua jawaban itu.

Sebelumnya, M. Syamsudin, yang juga merupakan aktifis difabel dari Sigab Indonesia memaparkan peran-peran penting OPD sebagai satu instrumen penting gerakan pemenuhan hak-hak difabel di Indonesia. Peran ini masih kurang didukung oleh kapasitas OPD secara keorganisasian sehingga stigmatisasi tidak hanya terjadi pada individu difabel tetapi juga pada organisasi mereka. “…masih banyak stigma organisasi difabel di Indonesia itu tidak mampu mengelola organisasinya. Kemudian secara kelembangaan itu belum kuat sehingga banyak pihak itu hanya sebagai pelimpahan manfaat”, kata Syamsudin di sela-sela presentasinya, Senin lalu.

Selain meninjau situasi terkini OPD yang terjadi, Syamsudin juga menawarkan skema program yang Sigab sedang laksanakan saat ini untuk memperkuat kapasitas OPD di Indonesia. Walaupun dari aspek hukum, regulasi terkait difabel telah ada, namun sejumlah kesenjangan dalam pemenuhan hak-hak difabel masih dapat ditemukan. Belum lagi soal stigma yang dihadapi difabel dalam kehidupan sehari-hari masih begitu tinggi, terutama bagi kelompok dengan multi kerentanan seperti perempuan, anak dan kelompok difabel tertentu. Maka penting bagi OPD untuk segera melakukan pembenahan. Tidak hanya pada kapasitas, tapi juga pada penguatan ‘suara’, jaringan dan keberlanjutan OPD, khususnya di wilayah-wilayah terpencil dan jauh dari pusat pemerintahan serta masih kurang terakses oleh program-program pembangunan.

Salah satu OPD yang menarik untuk menjadi contoh yakni Garamin di NTT. Dengan visi yang tidak jauh berbeda dengan Sigab, yakni ingin mewujudkan masyarakat yang inklusif bagi difabel di Indonesia, mereka memulai mengorganisir kelompok-kelompok difabel dari sisi Timur Indonesia. OPD ini memulainya dengan hal-hal kecil di lingkungan mereka ketika COVID-19 menghantam sebagian besar masyarakat dunia di tahun 2020. Berbekal visi dan semangat yang kuat, mereka memulai kerja-kerja organisasi hanya dengan beberapa orang staf dan akses pendanaan yang belum jelas. “Tantangan yang kita hadapi terkait sumber daya manusia. Di Garamin kami mulai dengan 6 orang, ada beberapa teman-teman volunteer. Banyak kesibukannya sehingga tidak bisa full time”, Yafas menceritakan saat sesi berbagi pengalaman. Laki-laki bernama lengkap Yafas Aguson Lay saat ini menjabat sebagai Direktur Garamin NTT sekaligus sebagai inisiatornya.

Lebih jauh aktivis pembela difabel asal Kota Kupang ini mengajukan beberapa catatan penting dalam membangun organisasi ke Peserta seminar, diantaranya akses sumberdaya fisik pendukung, sumberdaya manusia, manajemen, koordinasi, menyusun anggaran, pelaporan dan legalitas lembaga. Tentunya capaian yang Garamin miliki saat ini diperoleh melalui kerja-kerja yang keras dari orang-orang di dalamnya. Semangat untuk terus belajar mengembangkan diri menjadi kunci mereka. “Tiga tahun ini kami banyak belajar manajemen organisasi, bagaimana koordinasi yang terbagun dalam tim, pelaporan… ini yang masih banyak kami pelajari”, Yafas menyampaikan.

*

Seminar daring bertajuk Organisasi Difabel Berdaya, Pilar Menuju Indonesia Inklusi merupakan seminar perdana dari serangkaian seminar yang rencananya akan digulirkan secara periodik dan berkelanjutan. Kegiatan ini diinisiasi oleh Sigab Indonesia melalui Program Gerakan Optimalisasi Organisasi Difabel—GOOD Indonesia yang mendapat dukungan dari Pemerintah Australia melalui CBM Global Disability Inclusion. Selain rangkaian seminar berseri, ada beberapa wadah pembelajaran lain yang akan digunakan, seperti platform digital sumber-sumber pembelajaran, rangkaian pelatihan pengembangan kapasitas bagi OPD mitra, advokasi kolaboratif pemenuhan hak-hak difabel di beberapa wilayah, serta diseminasi praktik-praktik baik untuk mendorong gerakan inklusi yang lebih luas, baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional.

Peserta seminar berasal dari berbagai wilayah yang ada di Indonesia seperti Jambi, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Maluku dan masih banyak lagi. Tidak hanya menyimak apa yang disampaikan, mereka juga turut berbagi ragam pengalaman dan permasalahan yang difabel hadapi dari wilayah masing-masing. Pertanyaan yang hadir dari Peserta umumnya tentang strategi untuk mulai membangun organisasi bagi difabel, cara mengakses sumber-sumber keuangan guna mewujudkan gagasan program mereka, membangun jejaring dan kemitraan dengan OPD lain dan persoalan legalitas hukum organisasi.

Dalam kegiatan seminar ini, program menargetkan hadirnya kesepahaman di peserta mengenai pentingnya peran OPD sebagai aktor utama di dalam mendorong terwujudnya masyarakat inklusif di Indonesia. Harapannya, webinar dapat menjadi salah satu media alternatif bagi para aktivis OPD untuk memperoleh sumber-sumber pembelajaran yang dibutuhkan dalam tugas-tugas mereka sebagai ujung tombak pembelaan terhadap hak-hak difabel. “Harapannya webinar ini dapat menjadi media pembelajaran, khususnya sesama organisasi difabel”, kata Silma Desi, selaku Program Officer Sigab sekaligus penanggung jawab kegiatan webinar.

“Kami memimpikan dunia yang inklusif dimana orang dengan disabilitas dapat menikmati hak-haknya dan dapat mencapai potensi dalam kehidupannya”, tegas Marisa Kristianah, Direktur CBM Indonesia, saat menyampaikan sambutannya pada pembukaan Webinar. Tentu harapannya ‘Dunia yang inklusif’ ini tidak hanya sekadar jargon di program-program pembangunan, tapi harus dapat diwujudkan melalui upaya-upaya nyata sebagaimana diamanahkan konvensi internasional untuk pemenuhan hak-hak difabel atau yang lebih dikenal dengan UN-CRPD.

Lebih lanjut dia menilai bahwa organisasi yang kuat adalah organisasi yang impiannya tumbuh dari orang-orang yang ada di dalamnya. Harapannya, dalam konteks ini setiap organisasi difabel tidak hanya berani bermimpi, tapi juga mewujudkannya. “Sekali lagi, saya yakin program ini menjadi motor penggerak lahirnya advokasi di masyarakat, untuk Indonesia yang lebih inklusi”, Marisa melanjutkan.

“Organisasi difabel perlu menjadi aktor utama perubahan dan untuk mewujudkannya, organisasi difabel perlu melakukan transformasi sebagai lembaga yang mengedepankan integritas, transparansi, akuntabilitas, profesionalisme, dan pada saat yang sama tetap menjaga ideologi inklusi dan keadilan bagi difabel”, penyampaian Joni di akhir presentasinya. Di sini, pembicara dalam seminar sebenarnya tidak hanya berusaha membongkar kesadaran peserta dengan pertanyaan-pertanyaan kritis reflektif, tetapi juga menawarkan solusi konkrit untuk memulai gerakan inklusif difabel melalui penguatan OPD di Indonesia.