Rabu, 13 Maret 2024 Program GOOD telah melaksanakan webinar serialnya yang ke tujuh. Kegiatan ini merupakan rangkaian platform pembelajaran program secara daring bersama media belajar yang lain seperti perpustakaan digital dan forum-forum diskusi reflektif lainnya. Hanya yang membedakan kegiatan ini dengan platform yang lain yakni kepesertaan yang bersifat terbuka untuk umum sehingga memungkinkan bagi Mitra Program untuk saling bertemu dengan aktivis maupun penggiat isu difabilitas dalam satu forum. Di tahun kedua perjalanan program GOOD, SIGAB Indonesia terus melakukan inovasi untuk meningkatkan kapasitas, jejaring dan suara 16 Organisasi Difabel yang menjadi Mitra, salah satunya di pelaksanaan Webinar #7.
Sebelum pelaksanaan, Tim Program coba menggali minat dan kebutuhan peserta webinar yang terhimpun di dalam WhatsApp Group. Seletah melalui diskusi, tema-tema pun muncul. Lalu dilakukan polling untuk menentukan peringkat tema yang dibutuhkan ataupun menarik. Pendidikan Inklusif dipilih oleh peserta di Webinar kali ini.
“Kita ingin membuat program ini lebih partisipatif dan demokratis, sebagaimana hasil dari evaluasi bersama di Bandung bersama Panel Ahli Januari lalu”, kata Wahyu selaku Koordinator Program GOOD.
Webinar #7 menghadirkan dua orang Panelis yakni Ro’fah, Dosen Ahli PLD UIN SUKA Yogyakarta dan Suharto, Ketua Dewan Pembina di SIGAB. Keduanya merupakan akademisi sekaligus penggiat isu difabilitas yang focus pada diskursus dan dinamika implementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Ro’fah menyebutkan sejak dekade 1960-an, terdapat sejumlah negara telah mengupayakan pendidikan inklusif. Di Indonesia telah dimulai sejak dekade 1980-an hingga akhir 1990-an. “Saat ini sudah semakin membaik dengan adanya dukungan Peraturan Perundang-Undangan terkait akomodasi yang layak. Namun, masih ada sejumlah persoalan seperti sarana prasarana, perbedaan setiap individu, stigma lingkungan yang kurang baik, dan memiliki keterbatasan dalam hal sensorik serta SDM yang kurang memadai, baik dari segi kualitas dan kuantitas”, Ro’fah mengawali.
Memasuki sesi tanya jawab, hadir informasi terkait sejumlah terobosan dan inovasi di Pendidikan inklusif. Menurut Suharto, capaian di pendidikan inklusif ini tampak dari adanya pendidikan yang mencakup seluruh masyarakat tanpa membedakan disabilitas, difabilitas, dan normalitas. Semuanya berada dalam satu wadah yang sama dengan aspek kompetensi yang disesuaikan. Contoh yang dapat diambil yakni melalui sistem MBKM atau Merdeka Belajar. Ada beragam evaluasi dan kompetensi yang tersedia. Pendidikan tidak hanya difokuskan dalam perkembangan IQ, tapi juga pada kemampuan lain seperti melukis, desain grafis, atau hal-hal seni lain.
“Ada trend kenaikan jumlah peserta di webinar tujuh, ini karena temanya diusulkan sendiri oleh peserta. Pembicaranya juga punya pengaruh karena selain dari kalangan akademisi, mereka juga pelaku di gerakan difabilitas dan aktif di media sosial mengkampanyekan Pendidikan inkusif”, kata Silma di sela-sela rapat evaluasi kegiatan.
Jika dibandingkan dengan pelaksanaan 6 Webinar sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah peserta yang signifikan. Mengacu pada daftar hadir, terjadi kenaikan 35 persen peserta di Webinar #7. Peserta yang terekam melalui aplikasi ZOOM Meeting jumlahnya lebih besar lagi daripada yang mengisi daftar hadir. Tentu peningkatan ini tidak lepas dari sejumlah strategi yang diupayakan pelaksana mulai dari mendiskusikan bersama-sama tema di dalam group, menentukan panelis, menyesuaikan waktu pelaksanaan dan mengupayakan agar forum belajar dapat diakses oleh ragam jenis difabilitas.
“Inovasi seperti ini harus dipertahankan. Apalagi, forum-forum seperti inilah yang dibutuhkan difabel untuk bertukar pengetahuan dan pengalaman baik, terutama mereka di luar kota-kota besar yang masih sulit mengakses forum-forum seminar, pelatihan dan semacamnya”, kata Wahyu.