Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Aktivitas Sigab

Share halaman ini ke:

Temu Inklusi Sebagai Sasana Advokasi Hak-Hak Difabel

Catatan Webinar sebagai pre event Temu Inklusi #5

Kontributor Program GOOD: Agung Prabowo

Saat pelaksanaan Temu Inklusi kedua di Desa Sidorejo, Kulonprogo Agustus 2016 silam, itu kedua kalinya Luluk (49 tahun) mengikuti event dua tahunan tersebut. Dia tidak menduga sebelumnya, sejak saat itu dia bersama organisasinya terus berkembang sepesat sekarang ini. Bermula dari pertemuan dengan aktivis dari ragam latar belakang organisasi, dia bersama peserta yang lain saling mengenal satu sama lain. Kemudian perkenalan yang berujung pada terbangunnya jejaring kerja lintas OPDis, lintas sektoral, lintas wilayah dan lintas isu.

Tiga hari di Sidorejo, Luluk bersama peserta lainya menempati salah satu rumah warga yang telah dipersiapkan tuan rumah bersama panitia. Simbah, seperti itu mereka menyapa tuan rumah. Mereka hidup mengikuti keseharian Simbah, makan makanan yang disuguhkan Simbah dan tidur menggunakan kasur tua milik Simbah. Setelah seharian mengikuti rangkaian kegiatan, rumah Simbah lah yang menjadi tempat istirahat selama tiga hari mengikuti Temu Inklusi.

Dari proses live-in, peserta tidak hanya merasakan langsung kehidupan di pedesaan, tapi juga menjadi ruang yang intensif untuk membuka interaksi yang lebih mendalam di sesama peserta. Mereka saling berbagi cerita tentang apa yang sedang mereka kerjakan bersama organisasi di wilayah masing-masing. Di sini, Luluk baru menyadari bahwa rekan yang tinggal bersamanya adalah seorang direktur di salah satu lembaga rehabilitasi terkemuka di Indonesia bernama YAKKUM yang berbasis di Yogyakarta.

Setahun berselang setelah pertemuan Luluk dengan para aktivis difabel di Temu Inklusi, komunikasi dan diskusi di antara mereka semakin sering terjalin. Dalam perjalanannya, Pelopor Peduli Disabilitas Situbondo—PPDiS dimotori Luluk pun makin dikenal luas oleh Organisasi Difabel di wilayah lain yang berimplikasi pada jejaring kerja mereka. Salah satu buah dari jejaring kerja yang terbangun itu, tercetusnya rencana kerja kolaboratif yang melibatkan PPDiS dengan pihak YAKKUM sejak 2017.

“Temu Inklusi ini tidak hanya menambah pertemanan, tapi juga menambah jejaring yang semakin meluas, dan ini yang tidak kita dapatkan di acara-acara lain”, Luluk menceritakan pengalamannya saat mengawali Webinar pada Jum’at, 23 Juni lalu.

Di Temu Inklusi 2023, setelah Situbondo ditunjuk sebagai lokasi pelaksanaan event, perempuan kelahiran Situbondo ini mengambil peran sebagai Panitia sekaligus tuan rumah. Luluk kemudian memberikan bocoran tentang apa yang berbeda di pelaksanaan Temu Inklusi tahun ini.

“Kami dan teman teman Panitia Nasional berencana akan menghadirkan presiden Joko Widodo untuk hadir di Temu Inklusi. Jadi persiapan kita sedikit berat, dari yang dilakukan kami sebagai Panitia Nasional sekaligus Panitia Kabupaten dan Desa. Karena ternyata untuk menghadirkan Presiden, persiapannya memang berbeda dan kami bersyukur karena ada banyak pihak yang turut mendukung. Ada multipihak yang terlibat dalam kepanitiaan. Di Kabupaten, semua OPD terlibat, termasuk pula pihak swasta”, lanjut Luluk, seorang difabel daksa yang saat ini juga sebagai Direktur PPDiS.

Saat Webinar ini berlangsung, Luluk sedang melakukan perjalanan udara untuk berkoordinasi dengan pihak-pihak lain di Jakarta sebagai persiapan Temu Inklusi. Oleh karena itu, Marlutfi Yoandinas dari PPDis lanjut melengkapi presentasi Luluk. Lutfi kemudian menceritakan bagaimana persiapan mereka lakukan sebagai tuan rumah, untuk menyambut para peserta dari berbagai daerah yang telah diinisiasi sejak dua tahun terakhir.

“Untuk kesiapan itu sekitar 75%, sejauh ini kami sudah membuat rundown yang sudah diuji atau disimulasikan, untuk memudahkan. Mulai dari penyambutan tamu, kemudian diarahkan kemana, tempat menginapnya, bagaimana transportasi saat pelaksanaan kegiatan, siapa pengatur waktu jamnya dan lain sebagainya sudah  kami persiapkan”, terang Marlutfi.

Persiapan lainnya yang telah diupayakan saat ini adalah mempersiapkan relawan yang nantinya bersama Panitia Temu Inklusi memastikan kelancaran kegiatan. Sebelumnya Panitia juga telah melakukan serangkaian kegiatan awal menuju hari pelaksanaan seperti Launching Temu Inklusi, Kemah Literasi Inklusi, Sholawat Bening dan Lomba Menulis. Termasuk Webinar ini, merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan pra event yang telah dirancang sebelumnya.

Secara garis besar, ada tujuh kegiatan utama di Temu Inklusi, diantara adalah Seminar Nasional, Appreciative Inquiry, Refleksi Temu Inklusi 2014-2020, Lokakarya Tematik, Pentas Seni dan Budaya Nusantara, Pameran dan Bazar, dan Senam/Jalan Sehat Inklusi. Karena sejak awal semangat yang dibangun Temu Inklusi adalah semangat gotong-royong, maka tidak ada sponsor tunggal dalam frame kegiatan. Walaupun seperti itu, event tetap mendapatkan dukungan dari berbagai pihak seperti Kantor Staff Presiden, Komisi Nasional Disabilitas RI, Pemkab Situbondo, Pemprov Jawa Timur, PPDis, SIGAB, NLR Indonesia, The Asia Foundation, AIPJ2, Inklusi, dan lainnya. Bagi partisipan yang ingin mengikuti live-in, tahun ini juga akan dikenakan biaya pendaftaran 500 ribu rupiah. Dari nominal tersebut, peserta akan mendapatkan tempat tinggal, konsumsi, dan KIT pertemuan selama tiga hari pelaksanaan event.

Sembilan Tahun Perjalanan Temu Inklusi

Temu Inklusi sejak 2014 telah menjadi ruang berbagi, berjejaring dan berkonsolidasi bagi gerakan-derakan difabel untuk mendorong terwujudnya Indonesia inklusif. SIGAB bersama sejumlah Organisasi Difabel, Organisasi Masyarakat Sipil, Mitra Pembangunan dan Pemerintah Daerah terus memunculkan serta menyebarluaskan praktik-praktik baik kehidupan inklusif bagi semua orang di berbagai daerah melalui event ini.

Buah dari Temu Inklusi, saat ini sudah ada lebih 157 desa yang tersebar di 10 kabupaten dan 5 provinsi yang tengah mengupayakan desa inklusif. Melalui forum konsolidasi nasional ini, ragam gerakan difabel terus berupaya menggali serta menyebarluaskan ragam inisiatif maupun inovasi lokal untuk meminimalisir hambatan guna mewujudkan masyarakat inklusif.

“Masyarakat inklusif membutuhkan kolaborasi lintas disiplin, praktisi, pembuat kebijakan, aktor pembangunan masyarakat, pelaku bisnis dan usaha, serta aktor-aktor lain. Ruang bersama ini diharapkan dapat berkontribusi pada lahirnya kebijakan berbasis bukti, kebutuhan, dan praktik baik yang sedang diupayakan oleh banyak pihak di berbagai tempat di Indonesia”, kata Rohmanu saat menyampaikan tujuan event di Webinar siang itu.

Rohmanu, Ketua Panitia Nasional Temu Inklusi kemudian melanjutkan sejarah awal tercetusnya gagasan Temu inklusi. Ketika itu, Joni dan Haris, pendiri SIGAB sedang mendiskusikan kegelisahan mereka. Kegelisan yang sudah hadir sejak lama untuk bisa mengumpulkan teman-teman difabel dan pegiat isu difabel dari berbagai wilayah di Indonesia di satu tempat. Dari sini, hadirlah beberapa gagasan seperti jambore, perkemahan dan sebagainya. Lalu diskusi terus berlanjut hingga pertemuan di Kalimantan, dimana gagasan itu mengerucut pada rencana mengadakan untuk mempertemukan Organisasi-Organisasi Difabel secara menyeluruh di Indonesia yang dinamakan Temu Inklusi. Sebuah event yang tidak hanya mempertemukan para difabel dan pegiat difabel di satu forum, tapi juga menyampaikan, mendiskusikan dan menyebarluaskan praktik-praktik baik serta merumuskan rekomendasi untuk dibawa  ke Pemerintah, baik di tingkat Kementerian Lembaga maupun Lembaga Pemerintahan.

Lebih jauh Rohmanu melengkapi gambaran kegiatan di Temu Inklusi, dimana peserta akan  mendefinisikan konsep Desa Inklusi dan merumuskan indikatornya secara bersama-sama. Ada sembilan indikator yang dihasilkan pada saat Temu Inklusi Pertama pada 2014 lalu.

Sejak Temu Inklusi Pertama hingga Keempat, isu desa selalu hadir karena memang  gerakan inklusifitas embrionya berasal dari lingkup desa. Sejak awal perumusannya pada 2014, indikator Desa Inklusif sudah mulai tampak capaiannya pada 2016. Misalnya di beberapa wilayah, gagasan Desa Inklusi mulai bermunculan walaupun masih harus mendapat dampingan dari Organisasi Difabel maupun organisasi masyarakat sipil lainnya. Salah satu wilayah yang dimaksud merupakan desa dampingan dari PPDiS yang dimotori Luluk bersama kawan-kawan muda yang bergabung di organisasi tersebut.

Sejarah perjalanan Temu Inklusi ini sebelumnya juga dikemukakan M. Ismail dalam presentasinya. Event ini telah berjalan sejak 2014 hingga perhelatan kelimanya yang akan dilaksanakan pada tahun ini.

“Kalau saya belum pernah ikut jadi peserta Temu Inklusi, dari awal saya menjadi panitia. Saya ingin sekali merasakan bagaimana berinteraksi dengan orang-orang, dengan warga, Pemerintah Desa dan lainnya”, cerita Ismail asembari mengajak peserta Webinar bergabung di Temu Inklusi yang rencananya akan dilaksanakan kurang dari sebulan lagi.

Temu Inklusi tahun 2023 ini mengangkat tema “Berdaya dalam Keberagaman Menuju Indonesia Inklusi 2030”. Paling tidak ada empat hal yang menjadi fokus tujuan kegiatan yakni sebagai wadah berbagi pengalaman dan jejaring, kampanye penyadaran publik, merumuskan rekomendasi dan kondoslidasi untuk memperkuat advokasi di daerah.

Empat Temu Inklusi sebelumnya dilakukan di empat kabupaten berbeda di Indonesia antara lain Sleman yang melibatkan 1721 partisipan, Kulonprogo dengan 2673 partisipan, Gunungkidul dengan 2270 partisipan dan Bulukumba yang melibatkan kurang lebih 4000 partisipan. Untuk Temu Inklusi Keempat di Bulukumba, pelaksanaannya terpaksa dilaksanakan secara daring akibat Pandemi yang melanda hampir seluruh wilayah Indonesia di tahun 2020 silam.

Hal menarik dari ketika pelaksanaan Temu Inklusi Ketiga di Gunungkidul lahir gagasan bersama untuk menetapkan tahun 2030 mendatang sebagai target gerakan menuju Indonesia Inklusif. Sejak itu, tagline ‘Menuju Indonesia Inklusif 2030’ menjadi semacam pengingat bagi semua pihak agar lebih fokus dan terarah pada satu tujuan bersama. Hal lain yang menonjol dari forum ini adalah lokus perhatian gerakan yang awalnya masih berfokus pada isu pendidikan inklusi, tapi dalam perkembangannya terus meluas ke isu-isu lain seperti ekonomi inklusif, tenaga kerja inklusif dan sebagainya.

Karena sudah disepakati bersama sebagai event dua tahunan, Temu Inklusi Kelima ini baru dilakukan pada tahun ini. Pasalnya, sebagian besar pihak masih fokus pada penanganan pasca Pandemi COVID-19 sehingga kegiatan ini harus diundur.

Program GOOD Dalam Temu Inklusi #5

Webinar bertajuk, ‘Road to Temu Inklusi 2023: Merayakan Keberdayaan Organisasi Difabel, Berkontribusi Wujudkan Indonesia Inklusi’, merupakan pra kegiatan yang diinisiasi oleh Program Gerakan Optimalisasi Organisasi Difabel—GOOD[1] untuk mempromosikan Temu Inklusi ke khalayak luas, khususnya organisasi-organisasi yang menjadi Mitra Program. Webinar menghadirkan Panitia Nasional maupun Panitia Lokal untuk memberikan gambaran kegiatan dan persiapan terkini Temu Inklusi di Situbondo. Informasi juga dielaborasi dengan berbagi pengalaman pelaksanaan Temu Inklusi sebelumnya.

Webinar #3 merupakan satu dari 18 seminar yang direncanakan GOOD, merupakan bagian dari media belajar bersama OPDis di Indonesia. Dalam menghasilkan sumber-sumber materi baru, program memanfaatkan aplikasi Zoom untuk mempertemukan dan mendiskusikan hal-hal terkait pengembangan kapasitas OPDis. Seluruh proses didokumentasikan dalam ragam bentuk untuk kemudian diupload melalui platform program agar dapat diakses secara luas.

Dalam perjalanannya, Webinar yang secara rutin dilaksanakan GOOD juga merespon kebutuhan maupun menyikapi isu ataupun momentum yang dianggap strategis. Saat ini misalnya, terdapat momentum yang dianggap strategis untuk direspon. Waktu pelaksanaan Temu Inklusi yang semakin dekat inilah kemudian mendesak program GOOD untuk segera mengambil peran-peran strategis dalam berkontribusi pada event tersebut, salah satunya dengan menyelenggarakan webinar ketiganya yang sekaligus menjadi pra event dari Temu Inklusi, konsolidasi nasional dua tahunan yang diinisiasi SIGAB Indonesia.

Kurang lebih 2,5 jam webinar berlangsung yang dihadiri oleh 128 partisipan dari berbagai wilayah di Indonesia. Doddy Kurniawan dari SIGAB bertugas untuk memandu proses diskusi hingga akhir. Dalam prosesnya, para presenter menampilkan materi mereka semenarik dan seakses mungkin dengan ragam media audio-visual. Terdapat pula Juru Bahasa Isyarat untuk memudahkan teman-teman Tuli saat mengikuti keseluruhan kegiatan.

Panitia Webinar juga membuat poling untuk mengetahui persentase peserta yang pernah mengikuti Temu Inklusi sebelumnya shingga proses lebih interaktif. Sebelum mengakhiri acara, polling ditutup dengan membacakan hasilnya. Dari seluruh peserta yang menghadiri kegiatan, setengahnya mengaku sudah pernah mengikuti Temu Inklusi sebelumnya.[]

[1] GOOD merupakan program yang sedang dikembangkan oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel—SIGAB Indonesia bersama 16 OPDis di Indonesia atas dukungan CBM Global Disability Inclusion. Secara garis besar, program ini ditujukan pada pengembangan kapasitas organisasi difabel yang memiliki komitmen bersama melaksanakan pemantauan hak-hak difabel di daerah sekaligus mendorong advokasi kolaboratif hingga ke tingkat nasional. Digulirkan sejak November 2022 lalu, program ini rencananya akan berjalan hingga tiga tahun ke depan.