Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Berita Sigab

Share halaman ini ke:

Seminar Nasional TEMU INKLUSI 5 Tema ke-2 “Meretas Ketidakadilan Dengan Penegakan Hukum Inklusif”

Pemaparan Bp. Willy Aditya, S.Fil., M.T. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan Tema : “HAM Penyandang Disabilitas dalam Penegakan hukum dan Keadilan di Republik Indonesia.”

Poin yang disampaikan :

  1. Peyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan keadilan hukum. dan keadilan hukum adalah HAM.
  2. Penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan akomodasi yang layak dalam proses peradilan.
  3. Peradilan inklusif harus diwujudkan di seluruh indonesia.

Pemaparan Yang Mulia Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung RI, Bapak H. Dwiarso Budi Santiarso, S.H., M.Hum. dengan Tema Kebijakan Internal Mahkamah Agung RI Mewujudkan Peradilan Inklusif dan Akomodasi yang Layak bagi Penyandang Disabilitas”.

  1. Akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam semua proses peradilan. Pengadilan bagian dari proses peradilan.
  2. Aksesibilitas sarana dan prasarana fisik : gading blog, disediakan kursi roda kruk, ada petugas yang akan membantu penyandang disabilitas yang datang ke peradilan.
  3. Tahun 2020 mahkamah agung bekerjasama dengan mk membuat percontohan peradilan inklusif di indonesia. Tahun 2023 diharapkan bertambah jumlah pengadilan yang inklusif. Tantangannya adalah anggaran.
  4. Akomodasi yang layak sebagai amanah undang undang dan hak asasi manusia.

Pemaparan AKBP Piter Yanottama, S.H., S.I.K., M.H. Wakil Direktur Reskrim Umum Polda Jawa Timur. dengan tema ” Praktik Baik Kepolisian RI terkait perwujudan peradilan inklusf.

Poin pembicaraan :

  1. Sop polri untuk memiliki kepedulian pada kelompok rentan.
  2. Semua fasilitas kelompok rentan ada di RPK. Polri harus aksesibel. Kantor kepolisian harus aksesibel. Sarana dan prasara yang aksesibel.
  3. Inklusi sebagai pendekatan baik pelayanan maupun penanganan dan inklusi sebagai prespektif.
  4. Peratutan reskrim tentang akomodasi yang layak bagi disabilitas berhadapan hukum semoga segera disahkan.
  5. Dari sisi pembuktian untuk disabilitas ada banyak kendala : harusnya kerentanan dan keragaman disabiltas menjadi pertimbangan untuk memodifikasi hukum perkara.
  6. Penanganan disabilitas berhadapan hukum harus lebih progresif.
  7. Perauran kabareskrim dalam proses penyusunan.

Pemaparan Bapak Agustian Sunaryo, S.H., M.H.dengan Tema Kebijakan Internal Kejaksaan Agung RI tentang Akomodasi Yang Layak dan Penanganan Perkara yang Aksesibel dan Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas Dalam Proses Peradilan”.

Poin yang disampaikan :

  1. Kejaksaanpenyediaan akomodasi yang layak dan ahli sangat penting untuk disabilitas yang berhadapan hukum. agar mereka mendapatkan akses untuk mencapai keadilan.
  2. Peradilan inklusif mulai dari prapenuntutan sampai pada eksekusi putusan. Psikiater, psikolog, pendamping disabilitas, dokter, pekerja sosial.
  3. Kualifikasi jaksa yang menangani disabilitas.
  4. Identifikasi awal disabilitas orang yang berhadapan dengan hukum.
  5. Tuntutan disesuaikan dengan derajat pertanggungjawaban pidana. Hal ini akan mempengaruhi besarnya tuntutan penuntut umum.
  6. Implementasi panduan disabilitas berhadapan hukum.

Tanggapan Fatimah Asri Mutmainah, Komisioner KND. Poin yang disampaikan :

  1. Pelibatan disabilitas dalam penyusunan kebijakan sangat penting.
  2. Implementasi sop sop internal dan hamonisasinya dengan kebikana yang lain.
  3. Disabilitas berhadapan hukum : pelayanan, persepsi, sistem jaringan penanganan disabilitas
  4. Permendikbut untuk perlindungan mahasiswa dari kekerasan seksual.
  5. Implementasi Uu no 12 tahun 2022.

Tanggapan Hari Kurniawan, S.H., Komisioner Komnas HAM RI. Poin yang disampaikan :

  1. Disabilitas mental dan intelektual tetap berada di bawah pengampuan.
  2. Lembaga pengampuan adalah penghapus kapasitas perdata disabilitas mental dan disabilitas intelektual.
  3. pengadilan tidak berpihak pada disabilitas mental.
  4. Pemberian bantuan hukum dengan pendekatan kemiskinan. Bantuan hukum hanya untuk miskin secara ekonomi.
  5. Negara tidak hadir dalam pemenuhan ham disabilitas.
  6. Penilaian personal mulai dari awal penanganan kasus disabilitas.
  7. akomodasi yang layak bagi disabilitas berhadapan hukum.

Tanggapan Eko Riyadi, S.H.,M.H., Direktur PUSHAM UII Yogyakarta : poin yang disampaikan :

  1. Dari sisi regulasi pp39 dan lembaga peradilan sudah bergerak. Menyusun perma, menyusun peraturan reskrim.
  2. Beradvokasilah dengan memberi solusi
  3. Memenuhi aksesibilitas dan akomodasi yang layak adalah solusi.
  4. Peradilan mulai berbenah dengan memperbaiki kebijakan kebijakan.

Pokok Diskusi peserta:

  1. Ahmad yasin komunitas roda 3 bagaimana status hukum nya dan bagaimana mendapatkan sim nya, dan bagaimana jika terjadi pelanggaran.
  2. Banyak disabilitas yang dibiarkan saja bahkan tidak memiliki identitas.
  3. Kemana akan meminta keadilan. ketika pemerintah tidak menuhi kuota pekerjaan kemana kami meminta perlindungan hukum.

Mahasiswa :

  1. Pelecehan di kampus bagaimana? Pelaku pelecehan adalah guru besar.

Jawaban :

  1. Disabilitas yang mencari sim akan mendapat prioritas.
  2. Kalau terjadi kecelakan akan mendapatkan prioritas untuk perlindungan.
  3. Kendaaraan khusus untuk disabilotas boleh berjalan. Yang penting adalah ketrampilan berkendara dan menggunakan jalan.
  4. Ada sim untuk difabel.
  5. kalau soal disabilitas dibiarkan saja bahkan di pasung itu menjadi persoalan persoalan yang menjadi tanggungjawab kita bersama. Bisa dilaporkan ke kami dan kepolisian akan menindak lanjuti.
  6. Keluarga yang menelantarkan dapat ditutntut dengan undang undang kdrt. Orangtua yang menelantarkan dari sisi hukum itu orang tua yang salah. Tapi kalau kita selesaikan secara hukum itu kadang tidak menyelesaikan masalah. Sebelum masuk ke ranah hukum tugas kita semua untuk mengedukasi dan memotifasi orang uta yang memiliki anak dengan disabilitas. perlindungan kepada korban harus di utamakan.
  7. Sertifikasi harus melalui pendidikan dan pengujian.

Rangkuman Hasil Pemaparan Pembicara dan Diskusi selama Seminar:

  1. Penyandang disabilitas masih di lihat sebagai subyek hukum yang tidak punya kapasitas.
  2. Prespektif disabilitas menjadi hal yang penting di semua stakeholder penegakan hukum.
  3. Bantuan hukum seharusnya menggunakan pendekatan kerentanan.
  4. Aksesibilitas dan akomodasi yang layak dalam semua proses tahapan peradilan harus disediakan.
  5. Sumberdaya manusia yang profesional dalam penanganan penyandang disabilitas berhadapan hukum.
  6. Kebijakan internal dan harmosisasi kebijakannya,
  7. Partisipasi penuh dan bermakna bagi penyandang disabilitas.