Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Berita Sigab

Share halaman ini ke:

DFAT dan AIPJ2 Kunjungi Institusi Penegak Hukum di DIY

Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan Australia-Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) berkunjungan ke beberapa institusi penegak hukum di DIY pada Senin, 29 April 2024. Institusi penegak hukum yang dikunjungi yang selama ini menjalin kerjasama dengan organisasi Masyarakat sipil mitra dari AIPJ2, seperti SIGAB Indonesia, SAPDA dan PUSHAM UII dalam membangun peradilan inklusif.

Kunjungan ini bertujuan untuk meninjau lokasi program dan mendengarkan langsung dari para mitra tentang proses implementasi program hingga perubahan positif dan praktik baik yang telah dicapai. Selain itu kunjungan ini juga untuk mempererat sinergi dan kolaborasi antar instansi yang didukung oleh program kemitraan Pemerintah Australia melalui AIPJ2 dan Pemerintah Indonesia.

Kunjungan pertama mendarat di ruang sidang Pengadilan Negeri Bantul yang disambut dengan paparan praktik baik yang sudah dilakukan PN Bantul dan PN Wonosari. Menurut Craig Ewers, Team Leader AIPJ2, setelah berkeliling dan mendengarkan pemaparan dari masing-masing institusi penegak hukum mengungkapkan, sudah banyak ada kemajuan dari kondisi sebelumnya. Adapun tantangan-tantangan yang ada di sini juga sama hal nya dengan situasi dan kondisi di Australia yang menjadikan isu disabilitas sebagai isu yang juga sangat penting bagi pemerintah Australia.

“Saya juga banyak belajar dari sini soal bagaimana situasi difabel dalam proses hukum. Saya mengapresiasi perubahan baik yang sudah dikerjakan,”

Sunoto, Kepala PN Bantul mengatakan praktik baik dan perubahan yang terjadi di PN Bantul tidak lepas dari komitmen untuk selalu berbenah dan menigkatkan layanan bagi masyarakat yang beragam. Selain itu peran sentral dari SAPDA yang mendampingi dan memfasilitasi setiap pelaksanaan atau implementasi dalam membangun peradiilan yang inklusif.

“Tahun ini kami dapat anggaran dan pelaksanaannya menggandeng Sapda agar impementasinya sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas,” tutur Sunoto.

Praktik baik dan prestasi juga disampaikan Tri Joko GP, kepala PN Wonosari yang juga hadir dalam dalam kunjungan tersebut. Joko memaparkan PN Wonosari dan institusi penegak hukum lainnya di DIY menjadi pelopor peradilan inklusif. Hal ini menjadi satu capaian yang membanggakan dalam proses membangun peradilan inklusif. Meskipun di satu sisi masih ada beberapa tantangan yang perlu didiskusikan bersama terkait dengan keberlanjutan pembangunan peradilan yang ramah terhadap difabel.

“Tantangannya bagaimana bapak/ibu tetap mendorong program ini tetap berjalan dan berkembang. Melanjutkan dan mengembangkan itu sulit,” pungkasnya.

Nur Lailah Ahmad juga menyampaikan salah satu tantangan yang dialami di Pengadilan Agama Jogja. Menurutnya masih banyak hakim yang keliru dalam memahami kebutuhan, situasi dan kondisi difabel. Disamping masih minimnya pelatihan tentang isu difabel bagi hakim. Selain itu Lailah juga mengusulkan agar Mahkamah Agung membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Disabilitas berhadapan dengan hukum.

“Tidak semua di institusi Pengadilan Negeri ada Satker yang menangani difabel, meski ada kadang juga masih keliru dalam memahami  kebutuhan dan melayani difabel. Sehingga masih butuh banyak pelatihan-pelatihan yang bisa meningkatkan kompetensi APH, termasuk hakim,” kata Lailah.