Pada tanggal 11 Juni 2024, Hotel Grand Keisha menjadi saksi dari rapat koordinasi yang digelar untuk menyusun Rencana Aksi Daerah Penyandang Disabilitas (RAD PD) Provinsi D.I. Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, OPD, OPDis, konsultan, mitra pembangunan, dan pihak terkait lainnya.
Dwi Rahayu Ningsih selaku Perencana Ahli Muda Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Bappenas, menyoroti pentingnya RAD PD sebagai panduan bagi OPD di seluruh provinsi dan kabupaten/kota untuk menerjemahkan kebutuhan difabel ke dalam dokumen perencanaan. “Proses penyusunan RAD PD tidak berakhir saat ditetapkan, tetapi harus diintegrasikan dalam seluruh dokumen perencanaan dan penganggaran,” ungkapnya.
Teresia Lendes Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, membagikan praktik baik dalam penyusunan RAD PD di daerahnya, sementara Dwi Rahayuningsih menekankan perlunya waktu yang cukup untuk memastikan kualitas dan akomodasi dokumen RAD PD terhadap kebutuhan difabel.
Wahyu Suharto dari Kemendagri menjelaskan kebijakan yang mendukung inklusi difabel, termasuk penyusunan anggaran yang memadai dan regulasi yang mendukung pelaksanaan pembangunan inklusif di daerah. Tirta Sutedjo Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat BAPPENAS menekankan harapan agar Yogyakarta, NTT dan Aceh dapat menjadi provinsi percontohan dalam penyusunan RAD PD.
RAD PD DIY saat ini sudah mencapai tahap legalisasi hukum, dengan proses finalisasi yang sedang berlangsung. OPDis juga turut terlibat untuk memastikan bahwa dokumen ini mencerminkan kebutuhan difabel secara komprehensif dalam setiap langkah perencanaan.
Suharto, S.S., M.A., Ph.D., Ketua Dewan Pengurus SIGAB Indonesia, dalam paparannya menjelaskan tentang partisipasi difabel dalam proses kebijakan, dengan harapan agar OPDis dapat terlibat dalam partisipasi bermakna (level 4), yaitu partisipasi bermakna yang di mana kelompok masyarakat sasaran diundang dan dapat menyuarakan aspirasinya dalam proses dengar pendapat, aspirasi diterima, ada perwakilan mereka dalam perumusan kebijakan sehingga aspirasi terus terkawal, rencana pemerintah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sasaran, dan kebijakan baru membawa perubahan strategis. “Harapannya pemerintah provinsi menggunakan partisipasi level 4 yaitu partisipasi bermakna, dalam sinkronisasi matriks RAD PD sehingga OPDis juga masih dilibatkan,” jelas Suharto.
Kurnia, yang merupakan perwakilan dari Kelompok Difabel Kalurahan (KDK) Jatisarono, Kabupaten Kulon Progo, menyampaikan, “SIGAB Indonesia memiliki 6 Kalurahan percontohan di Kulon Progo. Setelah terbentuk, KDK merasakan manfaatnya dan mulai aktif dilibatkan dalam proses pembangunan serta perencanaan. Efeknya sangat luar biasa; kami mulai dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan, bahkan kami sudah mendirikan beberapa usaha kecil dan menengah sehingga kami bisa hidup lebih mandiri. Oleh karena itu, kami mohon kepada Kemendagri dan BAPPEDA Provinsi DIY untuk lebih mendukung pembentukan KDK di kalurahan-kalurahan lainnya,” ujar Kurnia.
Diskusi selanjutnya juga membahas 7 sasaran strategis dalam RAD PD, yang akan menjadi landasan bagi pembangunan inklusif di Yogyakarta. Harapan ke depannya adalah RAD PD akan menjadi dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kemudian nantinya akan dilaksanakan dalam Rencana Kegiatan Pemerintah Daerah Tahunan (RKPD), juga untuk mendukung capaian program pemerintah menuju Indonesia emas.
Penulis: Indri K