Polemik hak pilih difabel mental tiba-tiba mencuat ke permukaan. Beberapa orang yang mewakili suatu partai politik mempertanyakan kapasitas dan kemampuan difabel mental dalam memilih. Pada saat bersamaan, muncul ejekan, ujaran dan video-video yang tidak menghargai harkat dan martabat difabel mental. Polemik hak pilih difabel berdampak luas pada diskriminasi yang tidak hanya terkait hak pilih, tetapi pada hak-hak mendasar yang melekat pada harkat dan martabat manusia.
Terkait dengan hak pilih difabel mental, secara spesifik hak ini telah dijamin UU No. 8 Tahun 2016. Pasal 13 dinyatakan difabel memmiliki hak diantaranya hak memilih dan dipilih dalam jabatan; memilih partai politk dan/atau individu yang menjadi peserta dalam pemilihan umum; berperan serta aktif dalam sistem pemilihan umum pada semua tahap dan/atau bagian penyelenggaraannya; memperoleh akesibilitas sarana prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain; dan memperoleh pendidikan politik.
Pasal 29 Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas juga menyatakan bahwa negara harus menjamin hak politik difabel dan memastikan difabel menikmati hak-hak tersebut atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain. Karena itu negara wajib menjamin prosedur, fasilitas, dan materi yang memadai, dapat diakses, mudah dipahami dan digunakan. Termasuk adalah jaminan untuk untuk memilih secara rahasia.
Jaminan normatif hak pilih difabel menegaskan bahwa difabel sama dengan warga negara pada umumnya yang harus difasilitasi dan dipenuhi hak pilihnya. Cuma yang perlu dipikirkan adalah bagaimana pemahamanan penyelenggara pemilihan umum terhadapa hambatan-hambatan difabel, dan kemudian bagaimana penyelenggara pemilihan umum juga memiliki strategi yang tepat dalam memfasilitasi sarana prasarana yang aksesibel dan layanan yang sesuai dengan difabel mental. Terpenting yang harus didasari adalah bahwa difabel mental juga memiliki kapasitas legal.
Berangkat dari konteks dan jaminan normatif di atas, SIGAB tertarik untuk mendalami lebih jauh tentang kapasitas legal difabel mental terkait dengan hak memilih dan dipilih. Pendalaman ini akan dilakukan lewat diskusi yang menghadirkan penyelenggara pemilihan umum, perwakilan difabel dan akademisi yang memiliki pengetahuan tentang difabel mental
Tujuan Diskusi
- Merespon opini masyarakat yang mempertanyakan hak pilih difabel mental
- Menggali jaminan normatif perundang-undangan yang menjamin hak pilih difabel mental
- Mendiskusikan kapasitas dan kemampuan difabel mental dalam melakukan hak pilih dan memiliki kesadaran terhadap hak pilihnya
Manfaat Diskusi
- Mengetahui opini dan dasar pemikiran yang mempertanyakan hak pilih difabel mental
- Mengetahui landasan normatif yang menjamin hak pilih difabel
- Mendorong jaminan aksesibilitas hak pilih difabel mental
Pembicara dan Moderator
Pembicara :
- Ketua KPUD Yogyakarta (Pandangan KPUD terhadap polemik hak pilih difabel mental dan pijakan normatif)
- Direktur SIGAB (Gambaran kondisi existing difabel mental)
- Prof. Dr. Endang Ekowarni (Menggali kapasitas difabel mental secara psikologis, medis dan sosial)
Moderator : M. Syafi’ie
Peserta Diskusi
Diskusi mengundang sekitar 50 peserta dari ragam kalangan umum baik komunitas difabel, mahasiswa, organisasi kemasyarakatan, jurnalis, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan pusat studi
Diskusi ini akan dilaksanakan pada Jumat, 21 Desember 2018, jam 08. 30 WIB, bertempat di kantor KPUD Yogyakarta (Jalan Aipda Tut Harsono Nomor 47 Yogyakarta. Telpon : 0274-558006)