Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Detail Agenda

Share halaman ini ke:

Arisan Diskusi Difabilitas: Komunikasi yang tepat bagi tuli

Detail Acara

Mulai

Selesai

Deskripsi

Tuli memiliki cara yang sangat unik dalam berkomunikasi, karena keterbatasan tuli yaitu tidak bisa mendengar dan kesulitan berbicara (gagu). Tanpa ada bimbingan dari luar mereka melakukan secara reflek dari pengalaman hidupnya dengan mengeksplorasi melalui tubuhnya dan akhirnya gestur tubuh menjadi sarana yang bisa mengomunikasikan lawan bicara ke dirinya. Maka muncul-lah alternatif komunikasi yang bisa digunakan adalah membaca bibir (bahasa oral), bahasa isyarat, bahasa gestur (bahasa tubuh/ekspresi mimik).

Dalam perkembangannya para pakar melihat kesulitan yang dialami tuli dengan melakukan beberapa penelitian untuk mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi bagi tuli, mendapatkan manfaat mudah menerima informasi dari dunia luar. Dan sampai sekarang masih terjadi penelitian semacam ini agar komunikasi yang terjalin bisa berlangsung sempurna dengan mengaplikasikan perkembangan teknologi yang ada. Ada beberapa negara yang sudah berhasil dan diakui oleh negaranya dan ada yang masih belum punya. Keberhasilan ini dikarenakan dukungan dari beberapa pihak termasuk dari komunitas tuli itu sendiri.

Di Indonesia sendiri sama seperti yang dilakukan oleh negara lain. Dalam perkembangannya Indonesia mendukung pengembangan bahasa bagi tuli baik bahasa isyarat maupun bahasa oral juga dua-duanya sehingga dinamakan komunikasi total yang diciptakan oleh pemerintah atau dari lembaga Dena Upakara mereka menyebutnya bahasa isyarat bilingual. Tetapi yang menjadi perdebatan sampai saat ini adalah adanya pengakuan bahasa isyarat yang diciptakan oleh komunitas tuli melalui pengorganisasian sendiri di Gerkatin yang sudah lama berdiri sejak 1981 ini. Mereka (tuli) melihat ada ketidakcocokan bahasa isyarat yang dibuat oleh pemerintah dengan menerbitkan kamus SIBI sebagai sarana komunikasi total.

Dari ketidakcocokan ini komunitas tuli menciptakan metode sendiri yaitu Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO), hasil karya sebetulnya merupakan pengejawantahan dari kesepakatan komunitas tuli Indonesia untuk mendapatkan pengakuan hak akan bahasa isyarat meski dengan bahasa isyarat yang berbeda-beda di setiap daerah tetap dihormati perbedaannya. Karena tuli tidak mempermasalahkan perbedaannya. Cukup BISINDO yang sekarang sedang berproses menjadi bahasa pemersatu layaknya seperti Bahasa Indonesia bahasa pemersatu dari bahasa Sunda, Jawa, Batak, Minang dan lain-lain. Hal ini bisa dilihat dari perjuangan kawan-kawan tuli dalam memasukan inset bahasa isyarat di televisi dan akhirnya disepakati memasukan dua metode bahasa isyarat SIBI dan BISINDO bergantian setiap tanggal ganjil dan genap.

Di lain pihak ada yang memperjuangkan bahasa oral selain bahasa isyarat. Tentu menurut mereka bahasa oral lebih baik dari bahasa isyarat karena memiliki kelebihan dapat berinteraksi dengan wajar dan mendapatkan pengetahuan dan informasi dengan mudah seperti masyarakat pada umumnya. Kelompok ini lebih banyak digerakan oleh orang tua yang memiliki kesadaran tinggi terhadap anaknya memiliki kekurangan tersebut.

Dari kedua perlakuan yang berbeda tersebut kita harus menghormatinya, tidak ada yang lebih dan kurang dalam perbedaan tersebut, tergantung dari kebutuhan dan kondisi yang dimilikinya. Komunitas yang mengedepankan bahasa isyarat ada yang sudah sukses melanjutkan sekolah tinggi seperti Galuh, Adhi, demikian juga yang mengutamakan bahasa oral atau sebutan lain Hard of Hearing (HoH) sudah sukses di dunia kerja dan usahanya seperti Audi, Rachmita cs.

Yang menjadi masalah saat ini adalah masyarakat menganggap masyarakat non-tuli termasuk orang tua anak tuli sebagian besar belum banyak tahu tentang bahasa isyarat dan belum perlu menggunakanannya. Menurut mereka wajib dipakai adalah gurunya. Padahal komunitas tuli di beberapa sampai saat ini sedang gencar-gencar mempromosikan bahasa isyarat dan masyarakat bisa menggunakannya. Agar komunikasi tuli dengan masyarakat bisa terjalin.

Melihat perkembangan cara komunikasi bagi tuli ini adalah hal yang menarik untuk didiskusikan bagi kawan-kawan bagaimana cara agar kebutuhan tuli dalam mendapatkan informasi, berinteraksi bisa diakomodir? Dengan melihat kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dipenuhi termasuk dalam dunia pendidikan baik formal, informal dan inklusi.

Narasumber:
• Nana Nawangsari (Dunia Tak Lagi Sunyi – DTLS, Yogyakarta)
• Adhi Kusuma Bharoto (Pemerhati Tuli, Yogyakarta)

Moderator
Elizabeth Elsa

Simak diskusi juga via streaming di radio.sigab.or.id
Bisa berkesempatan gabung diskusi via sosmed:
twitter @5194b, tagline #ArisanDiskusi #2
facebook SIGAB Yogyakarta, tagline #ArisanDiskusi #2