Search

+62-274-284 0056

Search
Close this search box.

Berita Sigab

Share halaman ini ke:

SOSIAL MEDIA MUSUH ATAU KAWAN BAGI DIFABEL

Perkembangan sosial media menjadi sangat signifikan dalam 6 tahun terakhir semenjak tahun 2019, disaat wabah COVID-19 menyebar ke seluruh dunia dan membuat banyak negara melakukan lockdown media sosial menjadi jantung utama komunikasi di semua sektor seperti ekonomi, pemerintahan, pendidikan, dan sebagainya. Tidak dipungkiri perkembangan sosial media yang signifikan juga merubah penggunanya dalam menggunakan sosial media termasuk dalam membuat konten, memberikan komentar atau statement, dan memberikan rekomendasi hiburan. Walaupun wabah covid-19 telah usai namun perkembangan sosial media tetap berjalan tanpa kita sadari karna sosial media menjadi jenis media baru yang memudahkan komunikasi melalui daring/internet.

Dengan kebebasan bermedia tanpa harus saling bertemu menyebabkan banyak polemic antara merugikan ataupun menguntungkan bagi teman difabel, salah satu contohnya yang akan kita bahas disini mengenai kebijakan POLRI dimana mereka membuka kesempatan bagi teman difabel untuk mendaftarkan diri menjadi polisi tentu ini adalah kabar gembira bagi beberapa teman difabel yang memiliki mimpi untuk mengabdi kepada negara menjadi anggota kepolisian, dan membuka banyak mata masyarakat di negara ini terkait inklusifitas yang harus di terapkan dalam seluruh sektor, tentu ini adalah bentuk keuntungan sosial media yang menjadi alat kampanye menyuarakan hak hak difabel dan di tanggapi dengan baik oleh pemerintahan khususnya POLRI.

Lalu apakah ini juga menjadi bentuk kerugian bagi difabel ? saya bisa menjawab iya, dengan rendahnya literasi masyarakat saat ini dan kurangnya minat membaca menyebabkan prespektif difabel tidak tersampaikan dengan baik di telinga masyarakat, sempat heboh beberapa waktu yang lalu dimana menurut survey 2019 IQ rata rata penduduk di Indonesia hanya di angka 78.49 dengan peringkat 36 se asia, jauh dari negara tetangga kita Myanmar yang mencapai 91.18 sebagai peringkat 10 tertinggi se asia, hasil yang cukup memalukan karena tidak sesuai dengan kemajuan teknologi di Indonesia yang sebenarnya lebih maju daripada Myanmar namun masyarakatnya masih sulit memaksimalkan teknologi yang ada.

Dampak negative bagi teman difabel pada kasus penerimaan anggota kepolisian khusus difabel ini adalah respon masyarakat di sosial media yang beberapa justru mencemooh dan merasa pilih kasih, seperti penggunaan kata cacat yang dominan diketikan dan juga keraguan masyarakat terkait kinerja difabel dalam kepolisian dimana teman difabel dianggap tidak layak menjalani tugas kepolisian dengan kondisinya saat ini, tentu ini sangat melukai perasaan teman difabel dan juga kawan seperjuangan yang sedang bersuara lantang memperjuangkan hak hak difabel, padahal usaha teman difabel untuk mendapatkan pekerjaan inipun melalui test yang sama ketatnya, salah satunya teman difabel yang menggunakan kesempatan dari POLRI sebut saja Nur Fatia dari Bangka Belitung yang kini menjadi Siswi difabilitas Sekolah  Polisi Wanita yang menyandang difabel fisik, Nur Fatia sendiri juga melaksanakan proses yang sama dan keharusan belajar yang sama untuk dapat diterima disana.

Namun dari sosial media banyak teman difabel yang juga terbantu khususnya pada aplikasi sosial media yang mulai menambahkan fitur aksesibilitas sehingga teman difabel dapat mendapatkan informasi secara mudah dan memiliki kesempatan untuk belajar, berkomunikasi dan bekerja seperti non difabel, akhirnya apakah sosial media musuh atau kawan jawabanya ditentukan oleh literasi masyarakat di Indonesia, dan bagaimana peran pemerintah dalam memberikan edukasi dan arahan untuk selalu mengedepankan kesetaraan di seluruh lapisan masyarakat.

 

Penulis : Phasha

1 Desember 2024