Jakarta- Dalam rangka memastikan kebutuhan dan hak-hak difabel terakomodasi dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia bersama Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif (FORMASI) Disabilitas menggelar diskusi publik bertema “Pengarusutamaan Inklusi Disabilitas dalam RPJPN dan Rancangan RPJMN”. Acara ini didukung oleh Program INKLUSI, (Kemitraan Pemerintah Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif).
Diskusi yang berlangsung secara hybrid pada 23 Desember 2024 ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk BAPPENAS, KEMENDAGRI, DFAT, Komisi Nasional Disabilitas (KND), SIGAB Indonesia, dan sejumlah organisasi masyarakat sipil lainnya. Direktur SIGAB Indonesia, M. Joni Yulianto, menekankan pentingnya kegiatan ini untuk memastikan isu inklusi difabel terwakili dalam dokumen perencanaan pembangunan seperti RPJPN dan RPJMN, yang menjadi acuan penyusunan RPJMD di daerah.
Irene Widjaja, Head of Partnerships and Policy Program INKLUSI, menambahkan bahwa RPJPN 2025-2045 telah disahkan, dan RPJMN 2025-2029 sedang dalam proses finalisasi.
“Diskusi ini diharapkan menghasilkan strategi untuk memastikan inklusi difabel terintegrasi dalam RPJMD, serta menjadi masukan bagi RANPD dan RADPD,” ujar Irene.
Dwi Rahayuningsih dari BAPPENAS menjelaskan bahwa RPJPN mencakup seluruh aspek makro pembangunan dengan fokus pada transformasi sosial yang mendukung inklusivitas. menegaskan bahwa pelaksanaan perlindungan disabilitas mengacu pada Undang-Undang Nomor 8, serta sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah melalui forum konsultasi publik.
“Dalam menyusun RPJMN 2025-2029, kami mempertimbangkan RPJPN dan Asta Cita Presiden Prabowo yang mencakup delapan visi, tujuh belas program prioritas, dan delapan program hasil terbaik cepat (PHTC),” jelasnya.
Sementara itu, Jodi Frency dari KEMENDAGRI menyoroti pentingnya pengarusutamaan difabel dalam rencana pembangunan daerah. “Kami akan mengeluarkan instruksi untuk daerah sebagai pedoman dalam penulisan RPJMD,” ujarnya. Dari perspektif KND, Jonna Damanik menegaskan perlunya perspektif HAM dalam substansi RPJMD.
Diskusi publik ini juga diwarnai oleh masukan dari FORMASI Disabilitas. Syarif Ramadhan menekankan pentingnya memanfaatkan forum konsultasi publik untuk menyuarakan isu difabel dan memperkuat advokasi bersama organisasi masyarakat sipil.[]